PENDEKATAN
BEHAVIOR
A.
LATAR
BELAKANG MUNCULNYA PENDEKATAN BEHAVIOR
Behaviorisme
adalah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson pada tahun
1913 dan digerakkan oleh Burrhus Frederic Skinner. Behaviorisme lahir sebagai
reaksi atas psikoanalisis yang berbicara tentang alam bawah yang tidak
tampak. Behaviorisme ingin menganalisis
bahwa perilaku yang tampak saja yang dapat diukur, dilukiskan dan diramalkan.
Terapi perilaku ini lebih mengkonsentrasikan pada modifikasi tindakan, dan berfokus
pada perilaku saat ini daripada masa lampau. Belakangan kaum behavioris lebih
dikenal dengan teori belajar, karena menurut mereka, seluruh perilaku manusia
adalah hasil belajar. Belajar artinya perubahan perilaku organisme sebagai
pengaruh lingkungan ( Rakhmat, 1994:21).
Behaviorisme
memandang bahwa ketika dilahirkan, pada dasarnya manusia tidak memiliki bakat
apa-apa. Manusia akan berkembang berdasarkan stimulus yang diterimanya dari
lingkungan di sekitarnya.
Beberapa tokoh terapi perilaku yang terkenal antara
lain:
a.
B. F. Skinner
Berkembang pada tahun 1953. Skinner berpendapat
kepribadian terutama adalah hasil dari sejarah penguatan pribadi individu.
Dasar utamanya Skinner peroleh dari analisis perilaku tikus dan merpati.
Skinner menyebutkan dua pengondisian, yaitu klasik dan operan. Dalam
pengondisian klasik, sebuah respon diharapkan muncul dari organism lewat satu
stimulus spesifik yang telah diketahui. Sedangkan pengondisian operan adalah
proses pengubahan perilaku dimana pengautan (atau penghukuman) diperlukan bagi
pemunculan perilaku tertentu.
b. Albert Bandura
b. Albert Bandura
Berkembang pada tahun 1977. Teori Bandura yang
terkenal adalah kognitif social. Dalam teori ini Bandura meyatakan bahwa
manusia cukup fleksibel dan sanggup mempelajari beragam kecakapan bersikap dan
berperilaku, dan bahwa titik pembelajaran terbaik dari semua ini adalah dari
pengalaman yang tak terduga (vicarious experiences). Bandura mengatakan
mengatakan bahwa manusia tidak perlu mengalami atau melakukan sesuatu terlebih
dahulu sebelum ia mempelajari sesuatu. Manusia dapat belajar hanya dari
mengamati atau meniru perilaku orang lain.
c.
Ivan Pavlov
Anjing yang sudah dikondisikan untuk mendengar bel terlebih dahulu sebelum mendapatkan makanannya akan mengeluarkan air liurnya begitu mendengar bel meskipun makanan belum dating. Menurut Pavlov, hewan dan manusia pada dasarnya terdiri dari jaringan saraf dan otot yang bereaksi secara langsung jika diberi rangsangan tertentu. Dengan begitu, perilaku manusia juga dapat dikendalikan.
d. Edward Thorndike
Thorndike mengembangkan teori koneksionisme di
Amerika Serikat. Dalam melakukan eksperimennya, Thorndike menggunakan kucing
sebagai binatang coba.
Dalam eksperimen tersebut, Thorndike menghitung waktu yang dibutuhkan oleh kucing untuk dapat keluar dari kandang percobaan. Dasar dari teori ini adalah trial and error. Rata-rata kucing percobaan Thorndike mampu melepaskan diri dari kandang, namun membutuhkan waktu (latihan) untuk cepat keluar dari kandang. Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, Thorndike pada akhirnya mengemukakan tiga macam hokum belajar, yaitu hokum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect).
Dalam eksperimen tersebut, Thorndike menghitung waktu yang dibutuhkan oleh kucing untuk dapat keluar dari kandang percobaan. Dasar dari teori ini adalah trial and error. Rata-rata kucing percobaan Thorndike mampu melepaskan diri dari kandang, namun membutuhkan waktu (latihan) untuk cepat keluar dari kandang. Berdasarkan pada percobaan yang telah dilakukan, Thorndike pada akhirnya mengemukakan tiga macam hokum belajar, yaitu hokum kesiapan (law of readiness), hukum latihan (law of exercise) dan hukum akibat (law of effect).
B.
HAKIKAT
MANUSIA
Menurut
Corey (2003: 198) menyatakan bahwa pendekatan behavior tidak menguraikan asumsi-asumsi
filosofis tertentu tentang manusia secara langsung. Setiap manusia
dipandang memiliki
kecenderungan-kecenderungan positif dan negative yang sama. Manusia pada
dasarnya di dibentuk dan ditentukan oleh lingkungan social budayanya. Segenap
tingkahlaku manusia itu dipelajari.
Sementara itu, Winkel
(2004: 420) menyatakan bahwa konseling behavioristik berpangkal pada beberapa
keyakinan tentang martabat manusia, yang sebagian bersifat falsafah dan
sebagian bersifat psikologis, yaitu:
1. Manusia
pada dasarnya tidak berakhlak baik atau buruk, bagus atau jelek.
2. Manusia
mampu untuk berefleksi atas tingkahlakunya sendiri, menangkap apa yang
dilakukannya, dan mengatur serta mengontrol perilakunya sendiri.
3. Manusia
mampu untuk memperoleh dan membentuk sendiri suatu pola tingkahlaku yang baru
melalui proses belajar.
4. Manusia
dapat mempengaruhi perilaku orang lain dan dirinya pun dipengaruhi oleh
perilaku orang lain.
Berdasarkan dua
pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa hakikat manusia pada pandangan
behavioris yaitu pada dasarnya manusia tidak memiliki bakat apapun, semua
tingkahlaku manusia adalah hasil belajar. Manusia pun dapat mempengaruhi orang
lain, begitu pula sebaliknya. Manusia dapat menggunakan orang lain sebagai
model pembelajarannya.
C.
TUJUAN
KONSELING
Tujuan-tujuan konseling
menduduki suatu tempat yang amat penting dalam terapi tingkahlaku. Pada
konseling behavior klien yang memutuskan tujuan-tujuan terapi yang secara
spesifik ditentukan pada permulaan proses terapeutik. Menurut Corey (2003: 202)
menyatakan bahwa tujuan umum terapi tingkahlaku adalah menciptakan
kondisi-kondisi baru bagi proses belajar. Dasar alasannya adalah segenap
tingkahlaku adalah dipelajari (learned), termasuk tingkahlaku yang maladatif.
Secara
umum tujuan konseling perilaku adalah antara lain :
a. Menciptakan
kondisi baru pembelajar.
b. Menghapus
tingkah laku maladaptive untuk digantikan perilaku yang adaptif.
c. Meningkatkan
personality choice.
D.
PRINSIP-PRINSIP
DALAM PENDEKATAN BEHAVIOR
Adapun beberapa
prinsip dalam pendekatan behavior, yakni sebagai berikut:
1. Memodifikasi tingkah laku
melalui pemberian penguatan
Agar klien terdorong untuk merubah tingkah lakunya penguatan tersebut
hendaknya mempunyai daya yang cukup kuat dan dilaksanakan secara sistematis dan
nyata-nyata ditampilkan melalui tingkah laku klien.
2. Mengurangi frekuensi berlangsungnya tingkah laku
yang tidak diinginkan
3. Memberikan penguatan terhadap suatu respon yang akan
mengakibatkan terham-batnya kemunculan tingkah laku yang tidak diinginkan
4. Mengkondisikan pengubahan tingkah laku melalui
pemberian contoh atau model (film, tape recorder, atau contoh nyata langsung)
5.
Merencanakan prosedur pemberian penguatan terhadap tingkah laku yang
diinginkan dengan sistem kontrak.
E.
TINGKAHLAKU
BERMASALAH
Menurut
Latipun (2008: 135) menyatakan bahwa perilaku yang bermasalah dalam pandangan
behavioris dapat dimaknai sebagai perilaku atau kebiasaan-kebiasaan negative
atau perilaku yang tidak tepat, yaitu perilaku yang tidak sesuai dengan yang
diharapkan.
Sedangkan
menurut Feist & Feist (2008: 398) menyatakan bahwa perilaku yang tidak
tepat meliputi:
1. Perilaku
terlalu bersemangat yang tidak sesuai denga situasi yang dihadapi, tetapi
mungkin cocok jika dilihat berdasarkan sejarah masa lalunya.
2. Perilaku
yang terlalu kaku, digunakan untuk menghindari stimuli yang tidak diinginkan
terkait dengan hukuman,
3. Perilaku
yang memblokir realitas, yaitu mengabaikan begitu saja stimuli yang tidak
diinginkan.
4. Pengetahuan
akan kelemahan diri yang termanifestasikan dalam respon-respon-respon menipu
diri.
F.
PERAN
DAN FUNGSI KONSELOR
Menurut
Corey (2003: 205) menyatakan bahwa terapis tingkahlaku harus memainkan peran
aktif dan direktif dalam pemberian treatment, yaitu terapis menerapkan
pengetahuan ilmiah pada pencarian pemecahan-pemecahan bagi masalah manusia,
para kliennya. Terapis tingkah laku secara khas berfungsi sebagai guru,
pengarah, ahli dalam mendiagnosis tingkahlaku yang maladatif dan dalam
menentukan prosedur-prosedur penyembuhan yang diharapkan mengarah pada
tingkahlau yang baru dan adjustive.
G.
PENGALAMAN
KLIEN DALAM KONSELI
Menurut
Corey (2003: 208) klien harus secara aktif terlibat dalam pemilihan dan
penentuan tujuan-tujuan, harus memiliki motivasi untuk berubah dan bersedia
bekerjasama dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan terapeuttik, baik selama
pertemuan-pertemuan terapi maupun di luar terapi, dalam situasi-situasi
kehidupan nyata. jika klien tidak secara tidak aktif terlibat dalam proses
terapeutik, maka terapi tidak akan membawa hasil-hasil yang memuaskan.
H.
TAHAP-TAHAP
KONSELING
Proses konseling adalah proses belajar,
konselor membantu terjadinya proses belajar tersebut. Deskripsi langkah-langkah
konseling sebagai berikut :
- Assesment,
langkah awal yang bertujuan untuk mengeksplorasi dinamika perkembangan
klien (untuk mengungkapkan kesuksesan dan kegagalannya, kekuatan dan
kelemahannya, pola hubungan interpersonal, tingkah laku penyesuaian, dan
area masalahnya) Konselor mendorong klien untuk mengemukakan keadaan yang
benar-benar dialaminya pada waktu itu. Assesment diperlukan untuk
mengidentifikasi motode atau teknik mana yang akan dipilih sesuai dengan
tingkah laku yang ingin diubah.
- Goal setting,
yaitu langkah untuk merumuskan tujuan konseling. Berdasarkan informasi
yang diperoleh dari langkah assessment konselor dan klien menyusun dan
merumuskan tujuan yang ingin dicapai dalam konseling. Perumusan tujuan
konseling dilakukan dengan tahapan sebagai berikut :
a. Konselor
dan klien mendifinisikan masalah yang dihadapi klien
b. Klien
mengkhususkan perubahan positif yang dikehendaki sebagai hasil konseling
c. Konselor
dan klien mendiskusikan tujuan yang telah ditetapkan klien :
1) Apakah
merupakan tujuan yang benar-benar dimiliki dan diinginkan klien.
2) Apakah
tujuan itu realistic
3) Kemungkinan
manfaatnya.
4) Kemungkinan
kerugiannya
5) Konselor
dan klien membuat keputusan apakahmelanjutkan konseling dengan menetapkan
teknik yang akan dilaksanakan, mempertimbangkan kembali tujuan yang akan
dicapai, atau melakukan referal.
- Technique
implementation, yaitu menentukan
dan melaksanakan teknik konseling yang digunakan untuk mencapai tingkah
laku yang diinginkan yang menjadi tujuan konseling.
- Evaluation
termination, yaitu melakukan
kegiatan penilaian apakah kegiatan konseling yang telah dilaksanakan
mengarah dan mencapai hasil sesuai dengan tujuan konseling.
- Feedback,
yaitu memberikan dan menganalisis umpan balik untuk memperbaiki dan
meingkatkan proses konseling.
Teknik konseling
behavioral didasarkan pada penghapusan respon yang telah dipelajari (yang
membentuk tingkah laku bermasalah) terhadap perangsang, dengan demikian
respon-respon yang baru (sebagai tujuan konseling) akan dapat dibentuk (Mudhokhi, http://faizperjuangan. wordpress.com/2009/03/19/resume-teori-pendekatan-konseling-behavior-therapy/).
Tahap
|
Indikator
|
Assesment
|
a.
Mempersilahkan
konseli untuk menceritakan masalahnya
b.
Mengidentifikasi
perilaku bermasalah
c.
Mengklarifikasi
perilaku yang bermasalah
d.
Mengidentifikasi
peristiwa yang mengawali perilaku bermasalah.
e.
Mengidentifikasi
perilaku yang menyertai perilaku bermasalah.
f.
Mengidentifikasi
intensitas perilaku bermasalah.
g.
Mengidentifikasi
perasaan konseli pada saat
menceritakan perilaku bermasalah.
h.
Merangkum
pembicaraan konseli.
i.
Menentukan
inti masalah
j.
Mengidentifikasi
hal – hal yang menarik dalam kehidupan konseli.
k.
Memberikan
motivasi pada konseli.
l.
Mengidentifikasi
hubungan sosila dari konseli.
|
Goal Setting
|
a.
Mengungkapkan
kembali pernyataan konseli tentang tujuan yang igin dicapai.
b.
Mempertegas
tujuan yang ingin dicapai.
c.
Memberikan
kepercayaan dan menyakinkan konseli bahwa konselor benar – benar ingin
membantu konseli mencapai tujuan.
d.
Membantu
konseli memandang masalahnnya dengan memperhatikan hambatan yang dihadapi
untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.
e.
Merinci
tujuan menjadi sub tujuan yang berurutan dan operasional.
|
Teknik Implementasi
|
a.
Menentukan
teknik konseling yang sesuai dengan masalah konseli dan tujuan konseling.
b.
Menyusun
prosedur perlakuan sesuai dengan tekhnik yang ditetapkan.
c.
Melaksanakan
prosedur perlakuan sesuai dengan teknik yang ditetapkan.
d.
Melaksanakan
prosedur perlakuan sesuai dengan teknik yang ditetapkan.
|
Evaluasi – Terminasi
|
a.
Menanyakan
dan mengevaluasi apa yang dilakukan konseli setelah diberi treatmen.
b.
Membantu
konseli mentransfer apa yang dipelajari dalam konseling ke tingkah laku
konseling.
c.
Mengeksplorasi
kemungkinan kebutuhan konseli tambahan.
d.
Menyimpulkan
apa yang telaah dialukakn dan dikatakan konseli.
e.
Memberikan
tugas- tugas yang harus dilakukan pada pertemuan selanjutnya.
f.
Mengakhiri
proses konseling
|
I.
TEKNIK-TEKNIK
KONSELING DALAM PENDEKATAN BEHAVIOR
Konseling
behavioral memiliki sejumlah teknik spesifik yang digunakan untuk melakukan
pengubahan perilaku berdasarkan tujuan yang hendak dicapai. Berikut beberapa
teknik spesifik yang disampaikan para ahli:
1. Latipun
(2008: 141-144), menyatakan terdapat beberapa teknik spesifik dalam konseling
behavior, yakni sebagai berikut:
a. Desensitisasi
sistematis, merupakan teknik relaksasi yang digunakan untuk menghapus perilaku
yang diperkuat secara negative biasanya berupa kecemasan, dan ia menyertakan
respon berlawanan dengan perilaku yang akan dihilangkan.
b. Terapi
impolsif, dikembangkan berdasarkan atas asumsi bahwa seseorang yang secara
berulang-ulang dihadapkan pada suatu situasi penghasil kecemasan dan
konsekuensi-konsekuensi yang menakutkan ternyata tidak muncul, maka kecemasan
akan menghilang.
c. Latihan
perilaku asertif, latihan asertif digunakan untuk melatih individu yang
mengalami kesulitan untuk menyatakan diri bahwa tindakannya adalah layak atau
benar.
d. Pengkondisian
aversi, dilakukan untuk meredakan perilaku simptopatik dengan cara menyajikan
stimulus yang tidak menyenangkan (menyakitkan) sehingga perilaku yang tidak
dikehendaki tersebut terhambat kemunculannya.
e. Pembentukan
perilaku model, digunakan untuk: (1) membentuk perilaku baru klien, (2)
memperkuat perilaku yang sudah terbentuk.
f. Kontrak
perilaku, didasarkan atas pandangan bahwa membantu klien untuk membentuk
perilaku tertentu yang diinginkan dan memperoleh ganjaran tertentu sesuai
dengan kontrak yang disepakati.
2. Corey
(2007: 212), menyatakan teknik-teknik utama terapi tingkahlaku yaitu:
a. Desensitisasi
sistematik
Desensitisasi
sistematik digunakan untuk menghapus tingkahlaku yang diperkuat secara negatif,
dan ia menyertakan pemunculan tingkahlaku atau respons yang berlawanan dengan
tingkahlaku yang hendak dihapuskan itu.
b. Terapi
impolsif dan pembanjiran
Teknik ini terdiri atas
pemunculan stimulus berkondisi secara secara berulang-ulang tanpa pemberian
perkuatan.
c. Latihan
asertif
d. Terapi
aversi
e. Pengkondisian
operan
f. Perkuatan
positif
Pembentukan suatu pola
tingkah laku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan segera setelah tingkahlaku
yang diharapkan muncul adalah suatu cara yang ampuh untuk mengubah tingkahlaku.
g. Pembentukan
respon
Dalam pembentukan
respons, tingkahlaku sekarang secara bertahap diubah dengan memperkuat
unsur-unsur kecil dari tingkahlaku baru yang diinginkan secara berturut-turut
sampai mendekati tingkahlaku akhir.
h. Perkuatan
intermiten
i.
Penghapusan
Apabila suatu respon
terus-menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut cenderung
menghilang.
j.
Percontohan
Dalam percontohan,
individu mengamati seorang model dan kemudian diperkuat untuk mencontoh
tingkahlaku sang model.
k. Token
economy
Metode token economy
dapat digunakan untuk membentuk tingkah laku apabila persetujuan dan
pemerkuat-pemerkuat yang tidak bisa diraba lainnya tidak memberikan pengaruh.
3. Hendrarno,
dkk (2003: 115-119), menyatakan bahwa teknik-teknik konseling di dalam
pendekatan ini terdiri dari dua metode yaitu metode pengkondisian klasik dan
pengkondisian operan. Berikut teknik spesifiknya:
a.
Desensitisasi
sistematik, digunakan untuk menghapus tingkahlaku yang diperkuat secara
negative dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respon yang berlawanan
dengan tingkahlaku yang hendak dihapus itu.
b.
Latiihan asertif,
merupakan latihan mempertahankan diri akibat perlakuan orang lain yang
menimbulkan kecemasan.
c.
Terapi aversi,
digunakan untuk menghilangkan kebiasaan buruk. Teknik ini dimaksudkan untuk
meningkatkan kepekaan klien agar mengganti respon pada stimulus yang
disenanginya dengan kebalikan stimulus tersebut.
d.
Perkuatan positif,
pembentukan suatu pola tingkahlaku dengan memberikan ganjaran atau perkuatan
segera setelah tingkah laku yang diharapkan muncul adalah suatu cara ampuh
untuk mengubah tingkahlaku.
e.
Pembentukan respon,
dalam pembentukan respon tingkahlaku sekarang secara bertahap diubah dengan
memperkuat unsure-unsur kecil dari tingkahlaku baru yang diinginkan secara
berturut-turut sampai mendekati tingkahlaku akhir.
f.
Perkuatan intermiten,
dalam menerapkan pemberian perkuatan pada pengubahan tingkahlaku, pada
tahap-tahap permulaan terapis harus mengajar setiap terjadi munculnya
tingkahlaku yang diinginkan.
g.
Penghapusan, apabila
suatu respon terus menerus dibuat tanpa perkuatan, maka respons tersebut
cenderung hilang.
h.
Imitation atau
modeling, dalam percontohan individu mengamati seorang model dan kemudian
diperkuat untuk mencontoh tingkahlaku seorang model.
i.
Token ekonomi,
merupakan salah satu contoh dari perkuatan ekstrinsik, yang menjadikan
orang-orang melakukan sesuatu untuk meraih “pemikat di ujung tongkat”.
j.
Sexual training,
dipergunakan untuk menghilangkan kecemasan yang timbul akibat pergaulan dengan
jenis kelamin lain.
k.
Convert sensitization,
digunakan untuk merawat tingkahlaku yang menyenangkan klien tapi menyimpang,
seperti homosex, alcoholism.
l.
Thought stopping,
digunakan bagi klien yang sangat cemas.
Berdasarkan tiga pendapat diatas, dapat
disimpulkan bahwa pendekatan behavioris memiliki banyak teknik spesifik yakni
sebagai berikut:
1. Desensitisasi
sistematik
2. Latihan
asertif
3. Terapi
impolsif dan pembanjiran
4. Pembentukan
perilaku model
5. Kontrak
perilaku
6. Terapi
aversi
7. Pengkondisian
operan
8. Pembentukan
respon
9. Perkuatan
positif
10. Perkuatan
intermiten
11. Penghapusan
12. Token
ekonomi
13. Sexual
training
14. Thought
stopping
J.
KETERAMPILAN
DASAR KONSELING YANG MENONJOL DALAM PENDEKATAN BEHAVIOR
Identifikasi Keterampilan Dasar
Konseling yang digunakan dalam pendekatan Behavioral, antara lain sebagai
berikut:
1. Opening
Mutlak digunakan untuk menyambut dan dalam pembinaan
hubungan baik. Keterampilan ini dilaksanakan diawal pertemuan supaya suasana
kondusif tercapai sehingga klien mersakan bebas dalam berekspresi tentang apa
yang ada dalam pikiran dan perasaannya. Didalam banyak kasus yang terjadi di
praktik, konselor dalam membina rapport kurang efisien, sehingga pencapaian
hubungan awal yang baik belum tercapai secara tuntas. Topic netral sebagai
salah satu pembinaan rapport yang bagus, kadang diisi dengan suasana
pembicaraan yang sangat formal. Kebanyakan dari klien merasakan kurang bebas
dalam berekspresi dikarenakan opening yang kurang efektif.
2. Acceptance
Menurut Supriyo (2006:23), Acceptance merupakan
teknik penerimaan yang digunakan oleh konselor untuk menunnjukkan mnat dan
pemahaman terhadap hal-hal yang dikemukakan klien. Disini seorang konselor
dituntut untuk memberikan respon secara tepat mengenai apa yang sedang
dirasakan oleh klien.
3. Lead
Merupakan ketrampilan untuk mengarahkan pembicaraan
yang meluas menjadi lebih mengkerucut, sehingga konselor bisa mengidentifikasi
sumber masalah bisa tepat. Seringkali terjadi klien bercerita dari satu cerita
langsung loncat kecerita lain. Disinilah ketrampilan lead digunakan. Selain itu
juga berkaitan dengan sifat pendekatan behavior yaitu directive.
Ada dua jenis lead yang bisa digunakan oleh
konselor, yaitu lead umum dan lead khusus.
a. Lead
Umum
Menurut
supriyo (2006;30) mengatakan bahwa lead umum merupakan teknik pengarahan yang
memberikan kesempatan kepada klien untuk bebas mengelaborasi, mengeksplorasi,
atau memberikan reaksi dari berbagai kemungkinan sesuai dengan keinginan klien
b. Lead
Khusus
Supriyo
(2006;30) berpendapat bahwa teknik lead khusus adalah suatu keterampilan
pengarahan kepada klien untuk membrikan suatu jawaban tertentu,
K.
APLIKASI
PENDEKATAN BEHAVIOR DI SEKOLAH
Ada beberapa lingkup yang didalamnya
dapat diaplikasikan pendekatan behavior. Berikut beberapa aplikasi pendekatan
behavioral dalam kehidupan sehari-hari:
- Pendekatan
behavioral dapat diaplikasikan dalam seting keluarga, berikut
penerapannya:
a. Latihan
perilaku orang tua ( behavioral parent training )
Behavioral parent training menunjukkan
pada pelatihan keterampilan orang tua. Terapis
membantu sebagai pendidik belajar sosial yang mempunyai tanggung jawab
untuk merubah respon orang tua terhadap anak-anaknya. Berubahnya respon orang
tua, akan membuat perilaku anak pun berubah. Tipe ini menggunakan metode verbal
dan perbuatan. Di dalam metode verbal mengandung intuksi verbal maupun
tertulis. Tujuannya untuk mempengaruhi pikiran. Sedangkan metode perbuatan
menggunakan teknik bermain peran ( role playing ), modelling dan latihan
tingkah laku yang baik. Fokus utama pada perbaikan interaksi antara orang tua
dan anak yang mengalami masalah.
b. Terapi
pernikahan / suami istri ( mariage/ couples therapies and education )
Dipelopori oleh Robert Liberman dan
Richard Stuart. Empat komponen utama dalam terapi pernikahan/ suami istri:
1) Analisis
perilaku dalam masalah suami istri
Analisis
ini berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh terapis terhadap pasangan,
jawaban-jawaban dari angket yang diberikan, dan pengamatan terhadap perilaku
keluarga.
2) Pelatihan
keterampilan berkomunikasi
Pasangan belajar menggunakan kata ‘saya’
dalam kalimat untuk mengekspresikan perasaan-perasaan mereka. Mereka belajar
tentang masalah masalah “here and now “ yang mereka miliki, dan kemudian
merenungkan hal-hal pada masa lalu. Selanjutnya mereka mulai menggambarkan
perilaku suami/istri dengan spesifik. Di akhir latihan, pasangan dapat
memberikan feedback positif terhadap perilaku pasangan.
3) Latihan
memecahkan masalah
Komponen ini melengkapi pasangan dengan
keterampilan memecahkan masalah, seperti menyebutkan ( secara jelas ) apa yang
mereka inginkan, Kemudian merundingkannya dengan pasangan, serta membuat
kesepakatan.
4) Treatment
pada Disfungsi seksual ( treatment of sexual disfunctioning)
Digunakan untuk membantu pasangan suami
istri yang mengalami gangguan pada hubungan seks mereka, yang kemudian menjadi
masalah pasangan. Seperti ejakulasi dini.Treatment yang diberikan mengandung,
pengurangan kecemasan terhadap penampilan mereka pendidikan seks, yang
mengandung teknik-teknik dalam hubungan suami istri, latihan keterampilan dalam
berkomunikasi, perubahan sikap.
c. Terapi
fungsi keluarga ( functional family therapy )
Dalam functional family therapy,
pertolongan diberikan apabila hubungan interpersonal antar anggota keluarga
dalam keadaan :
-
Contact/ Closeness (
Merging )
-
Anggota keluarga
sama-sama bersaing di dalam keluarga.
-
Distance/ Independence
( Separating )
-
Anggota keluarga saling
memisahkan diri, ada jarak diantara mereka.
- Pendekatan
behavioral ini dapat juga diaplikasikan menuju proses pembelajaran. Hal
yang tampak terlihat diantaranya sebagai berikut :
a. Bahan
yang dipelajari dianalisis sampai pada unit-unit secara organis.
b. Hasil
berlajar harus segera diberitahukan kepada siswa, jika salah dibetulkan dan
jika benar diperkuat.
c. Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.
d. Materi
pelajaran digunakan sistem modul.
e. Tes
lebih ditekankan untuk kepentingan diagnostic.
f. Dalam
proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri.
g. Dalam
proses pembelajaran tidak dikenakan hukuman.
h. Dalam
pendidikan mengutamakan mengubah lingkungan untuk mengindari pelanggaran agar
tidak menghukum.
i.
Tingkah laku yang
diinginkan pendidik diberi hadiah.
j.
Hadiah diberikan
kadang-kadang (jika perlu).
k. Tingkah
laku yang diinginkan, dianalisis kecil-kecil, semakin meningkat mencapai
tujuan.
l.
Dalam pembelajaran
sebaiknya digunakan shaping.
m. Mementingkan
kebutuhan yang akan menimbulkan tingkah laku operan.
n. Dalam
belajar mengajar menggunakan teaching machine.
o. Melaksanakan
mastery learning yaitu mempelajari bahan secara tuntas menurut waktunya
masing-masing karena tiap anak berbeda-beda iramanya. Sehingga naik atau tamat
sekolah dalam waktu yang berbeda-beda. Tugas guru berat, administrasi kompleks.
DAFTAR PUSTAKA
Corey,
Gerald. 2003. Teori dan Praktek Konseling
dan Psikoterapi. Bandung: Refika.
Latipun.
2008. Psikologi Konseling. Malang:
UMM Press.
Winkel,
W.S. & M. M. Sri Hastuti. 2004. Bimbingan
dan Konseling di Institusi Pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.
Hendrarno,
E. Supriyo & Sugiyo. 2003. Bimbingan
dan Konseling. Semarang: Unnes Pres.
Feist,
Jess & Gregory J. Feist. 2008.
Theories of Personality. Yogyakarta: Pustaka pelajar.
Supriyo
& Mulawarman. 2006. Keterampilan
Dasar Konseling (handout).
Terima kasih artikel'a...
BalasHapussangat membantu.. ;-)
sama2 sis
BalasHapussmga memberi manfaat